AUTOBIOGRAFI Selviany Rusiadi



           Saya Selviany Rusiadi dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1992 di Pasaman Barat, Sumatera Barat. Saya lahir dari keluarga yang sederhana, mama saya bernama Riya Kartika dan papa saya Iswandi. Papa bekerja sebagai Guru Fisika di SMA N 1 Pasaman, Simpang Empat. Sementara mama selalu mengurus saya dan adik-adik saya dirumah kapan saja, setiap detik, menit dan setiap jam, mama selalu ada untuk kami.
            Kata mama, ketika saya berumur 4 tahun, saya adalah anak yang nakal, usil terhadap teman-teman, dan tak jarang membuat teman-teman menangis. Pernah suatu hari saya melempar batu hingga mengenai jidad teman saya. Tak tau apa salah dia, saya hanya jail dan membuatnya menangis. Hingga akhirnya saya dijauhi, dan tak punya teman. Selain itu saya melihat anak-anak berjualan kedondong dan salak, sepertinya asyik sekali, kemudia saya mengaja teman-teman saya untuk berinisiatif untuk melakukan itu juga, waktu itu nenek saya mempunyai pohon jambu biji, kebetulan sedang berbuah, tapi belum matang. Saya dan teman-teman menagmbilnya, dan menjualnya sepanjang jalan. Tapi sayang tak ada yang memebeli, yang saya dapatkan adalah dimarahi papa, saya seperti anak yang tak dikasih makan, mencari duit dan mencuru diam-diam jambu biji nenek. Saya sangat menyesali hal itu, jambu biji yang telah kami ambil tadi akhirnya dibuang karena tidak bisa dimakaan disebabkan jambunya belum matang.Hingga akhirnya, saya dimasukkan papa ke TPA untuk belajar membaca alquran, agar saya tak banyak menghabiskan waktu bermain dan menganiaya orang lain lagi. Setelah sekian lama di TPA akhirnya pada umur kurang lebih 5 tahun saya khatam alquran satu kali. Dan saya juga rajin puasa dibulan Rhamadan, puasa pertama saya adalah umur 4 tahun, saat itu saya bisa berpuasa 3 hari. Dan saya dapat hadiah baju muslim dari papa.
                        Umur 5 tahun saya sudah sangat ingin sekolah melihat teman-teman yang lain sudah memakai seragam merah putih. Tapi karena umur saya belum cukup, jadi saya tak bisa diterima. Saya menangis, dan sangat ingin seperti mereka. Sehingga mama membelikan saya seragam merah putih, setiap pagi selesai mandi saya selalu memakai seragam itu, lengkap dengan sepatu dan ransel, walau hanya berdiri didepan rumah melihat mereka yang pergi sekolah. Setiap pagi saya lakukan seperti itu.
Karena setiap pagi selalu begitu, papa memasukkan ku ke taman kanak-kanak Dharma Wanita. Awalnya saya tidak mau, karena seragam yang digunakan bukan merah putih seperti teman-teman saya yang sekolah di Sekolah Dasar, seragamnya di TK adalah biru putih.
            Dihari pertama saya memakai seragam merah putih ke sekolah baru saya, hanya saya yang berbeda, anak-anak yang lain berpakaian seragam biru putih. Tapi lambat laun, saya mulai menyenangi sekolah itu, menyenangi teman-teman baru, dan saya sudah tidak terlalu nakal lagi. Dan saya juga dapat guru kesayangan disana, namanya bu Anis, tapi saya biasa memanggilnya bu Gemuk, karena mememang dia gemuk.
Setiapo hari saya selalu diantar mama ke sekolah pake sepeda merah, karena jarak sekolah dari rumah kira-kira 3 km. Semua itu berlangsung selama 2 tahun. Mama selalu mengayuh sepeda untuk ku bisa menuntut ilmu dan menjadi anak yang pintar.
Semua pengorbana mama tidak sia-sia, selama TK saya dapat meraih berbagai prestasi. Saya umum di TK, selama 2 tahun, saya selalu juara umum. Saya pernah juara 1 melukis antar sekolah. Dan saya juga pernah juara 3 lomba baca alquran tingkat kabupaten. Semua itu saya lakukan karna saya percaya saya pasti menang. Namun ketika saya dikirim lomba baca alquran tingkat propinsi, saya kalah, dak dapat peringkat. Tapi itu tak masalah bagi saya, karena kemenangan tidak selalu ditangan saya. Dan itupun sudah cukup mengobati jerinh payah papa mencari uang untuk sekolah dan jerih payah mama mengayuh sepeda 2 tahun lamanya. Itu semua mereka lakukan demi saya.
            Setelah 2 tahun di Taman Kanak-Kanak, akhirnya saya bisa memakai seragam yang telah tersimpan lama didalam lemari. Seragam merah putih, seragam yang sudah dari dulu saya impikan untuk dapat memakainya kesekolah itu, Sekolah Dasar Negri 10 Kemakmuran. Hari pertama saya melihat teman-teman baru diantarkan oleh orang tua mereka, hampir setiap hari diantar, tapi saya tak pernah diantar mama ataupun papa, karena saya merasa saya bisa, saya bisa mandiri, dan saya bukanlah anak manja yang selalu merepotkan kudua orang tua. Hari pertama belajar adalah menghitung, saya sangat bosan hari itu, karena semua pelajaran yang diajarkan tak perlu lagi saya pelajari, semua sudah saya pahami, sebab sebelum sekolah ditaman kanak-kanak saya sudah diajarkan mama membaca dan berhitung. Dan saya sangat menyenangi itu, setiap hari saya selalu duikasih soal, setiap mama memasak saya dikasih beberapa soal, sampai mama selesai masak, baru diperikasa, itulah kegiatan saya di rumah selama belum sekolah. Sehingga saya tumpukan buku-buku tulis saya sudah banyak di atas meja belajar. Itulah sebabnya semua pelajaran dikelas 1 SD sudah saya pahami. Sampai mama saya menyampaikan perkataan saya kepada guru kelas, bahwa saya bosan karena yang diajarkan itu-itu saja. Tapi saya tetap selalu masuk dan mengikuti pelajaran disekolah walau terkadang saya lebih banyak bermain dan menggangu teman-teman yang lagi belajar. Memang susah untuk menghilangkan sikap jail yang sudah melekat didalam diri.
            Setelah sekian lama menjalani itu, tiba saatnya ujian caturwulan 1, guru saya tersenyum melihat tingkah saya disaat ujian, kiri kanan meja, selalu saya halangi dengan buku tulis agar tidak ada teman yang mencontek jawaban saya. Seminggu ujian berjalan, hingga suatu hari saya pulang sekolah dengan membawa buku berwarna merah dan berlambangkan tutwuri handayani, papa dan mama telah berdiri didepan rumah. Dan tebak, surprise apa yang saya berikan kepada mereka????
Number one,,, dengan rata-rata 9,2. Saya langsung dicium,dan digendong. Senangnya.......
Hari itu papa berkata bahwa dia tidak punya uang untuk membelikan saya hadia, mamapun begitu,bagi saya tidak masalah yang penting saya bisa memberikan yang terbaik untuk mereka. Setidaknya jerih payahnya sudah bisa terobati. Karena hati papa dan mama tidak senag, akhirnya mereka memberikan saya hadiah 1 pack permen ting-ting. Kami makan permen bersama-sama. Permen manis rasa kacang.
            Pernahkah anda berpikir bahwa mereka, orang tua anda takkan pernah rela melihat anda bersedih dan akan selalu membuat anda tersenyum setiap saat baik dikala mereka susah maupun senang, namun usaha untuk membahagiakan anda selalu ada. Dan anda sebagai anak yang berbakti dan sayang kepada kedua orang tua anda, jangan pernah menuntut menuntut apapun dari mereka, walaupun hal sekecil apapun. Mungkin mereka belum sempat atau belum bisa mewujudkan apa yang anda mau, bukan berarti mereka tidak mau, tapi karena belum mampu.
            Kembali ke permen rasa kacang, permen manis dan hadiah dari orang termanis. Tapi sayang, sekarang permen itu tak ada lagi, sudah lenyap dari edaran.
            saya menjali hari-hari saya lagi sabagai seorang murid sekolah dasar, dan alhamdulillah selama saya 6 tahun menunut ilmu disana, saya selalu mendapatkan juara satu setiap terima rapor. Dan selama itu saya berprestasi,tak pernah satu katapun saya berkata  meminta kepada kepada papa dan mama, bahkan pernah rok seragam saya robek, saya tak meminta rok baru, saya tetap memakai tasi itu dan menutupnya dengan ransek saya. Jadi disekolah saya selalu menyandang ransel. Suapaya rok saya yang robek tidak kelihatan. Ingin memperbaikinya tapi saya belum bisa menjahit, terpaksa disemb unyi-sembunyikan. Hingga suatu ketika mama melihatnya, beliau marah, anak gadis tidak bisa menjaga penampilan. Namun saya hanya diam hingga saya dapat rok baru deh.... jadi saya tak perlu lagi membawa ransel kemana-mana.
            O iya.. saya juga jago dan hobby main bola voli di SD, selalu juara 1 jika lomba voli tingkat sekolah, tapi tak pernah menang tingkat kabupaten. Walaupun sakit, saya tetap semangat memainkan bola putih itu, hingga akhirnya saya dimarahi papa karena tidak bisa menjaga kesehatan.
            Kelas V SD saya ikut lagi jadi peserta lomba baca Alquran tingkat sekolah, dalam acara memperingati maulid nabi, dan alhamdulillah saya bisa meraih juara 1 dan juara 2 lomba main rebana serta nyanyi kasidah. Saya juga prnah mengikuti lomba puisi dalam acara hari pahlawan, puisi yang ku bawakan adalah puisi yang berjudul “AKU” dan “KERAWANG BEKASI” ciptaan Chairil Anwar. Tapi sayang, saya tidak menang. Tak apalah, lagi-lagi saya berpikir bahwa kemenangan bukan selalu ditangan saya. Dan walau saya tak menang dalam lomba itu, tapi sampai saat ini sayan sangat senang membuat dan mengarang puisi-puisi.
            Hingga tiba saatnya Ujian Nasional, deg-deg kan, takut, cemas, semuanya menyatu jadi satu. Saya berusaha semampu dan sekuat tenaga saya, papapun  membelikan saya berbagai macam buku, hingga saya mabuk meliha buku yang segitu banyaknya. Waktu bermain tka ada lagi, yang ada hanya belajar, makan, mandi, belajar, tidur, belajar, belajar, belajar, dan belajar.
Dan akhirnya saya mendapatkan nilai yang baik, tapi tidak terlalu baik, karena nilai UN saya adalah nomor tertinggi kedua. Di hari terakhir saya berada disekolah itu, tapi malah harus berada diurutan kedua. Mungkin tuhan menguji saya bagaimana rasanya berada pada urutan kedua. Dan saya tetap bangga dan bersyukur karena rata-rata UN saya adalah 84. Dan di hari terakhir saya disekolah itu, saya dapat ting-ting lagi, dan masih dari orang yang sama, papa dan mama. Kali ini ting-tingnya pake kotak, dan isinnya jauh lebih banyak “Ting-ting bukan permen,ting-ting bukan biscuit”.
            Pada tahun 2005, saya memasuki bangku SMP, awalnya saya ragu duduk dibangku ini, karena sekolah ini begitu bagus dan sepertinya semua orang-orang disini pasti pintar-pintar semua, dan saya tak akan bisa meraih juara lagi. Dan pasti membuat papa mama saya kecewa. Aduh ...... semua berkecamuk dibenak ku. Suatu hari saya berkata kepada papa “ pa, kalau nanti saya tak dapat meraih juara, papa kecewa gak?” “iya, kamu harus berusaha, papa sedih kalau kamu tak meraih juara lagi”. Saya langsung terdiam dan terhenyak mendengar ucapan papa. Mulai dari situ, saya menanamkan dari hati saya yang paling dalam bahwa saya bisa, walau seribu rintangan, jika dilalui dengan jalan yang tulus dan bersungguh-sungguh pasti semua rindangan bisa dihadapi.
            Memang semenjak kecil saya selalu dituntut papa untuk selalu mendapatkan nilai terbaik, prestasi yang memuaskan. Mungkin beliau tidak mau hasil usahanya disia-siakan oleh anaknya. Oleh sebab itu, saya sebagai anak harus berusaha untum membahagiakan kedua orang tua saya. Karena hanya itu yang bisa dilakukan untuk membalas semua jasa-jasa mereka.
            Disini, di SMP N 1 Pasaman, saya punya teman dekat, yaitu Yuliani Busra yang bisa saya panggil Lian. Dia anak orang kaya, papaanya bekerja dilembaga keuangan sementara mama nya adalah seorang Camat. Hampir setiap hari saya bermain dirumahnya, tapi,,,wah,.... rumahnya sangat berantakan, tak tau mesti duduk dimana, terkadang kami sering duduk ditumpukan pakaian yang belum disetrika, dan tak jarang juga duduk dan bercerita ditumpukan-tumpukan kertas, buku, dak koran. Tapi kami selalu Happy. Buku-buku dirumahnya sangat lengkap, itulah sebabnya saya sering dirumah dia, selain bisa bermain, kan bisa juga sambil belajar. Lian siswa yang pintar apa lagi di bidang bahasa Inggris, saya selalu dibantu olehnya, karena saya sangat tidak mengerti yang namanya bahasa Inggris. Pelajaran ini merupakan pelajaran terkutuk didalam hidup saya, tak bisa saya pungkiri itu. Dan anehnya, saya terpilih menjadi 15 besar anak yang bisa berbahasa Inggris, terkadang saya terheran, kenapa itu bisa terjadi. Tapi dibalik tiu saya juga bangga, jarang-jarang bisa mendapatkan keberuntungan seperti ini. Selain nama menjadi terkenal, saya juga dapat pelatihan khusus berbahasa Inggris. Tapi sayang sekali, dalam forum itu, saya merasa saya adalah orang terbodoh didunia, sangat bodoh. Nah ... untung ada Lian kan, yang selalu menuntun saya. Mungkin guru pembimbing itu tau kalau saya buta akan bahsa Inggris. Suatu hari saya dipanggil sepulang latihan. Ternyata dia berniat untuk mengeluarkan saya dalam Club itu. Saya langsung berusaha untuk meyakinkannya, kalau saya pasti bisa. Dia tetap bersikeras untuk mengeluarkan saya, sehingga saya berkata “Ibu coba tes saya, pasti saya bisa menjawabnya” tanpa banyak berpikir, ibu itu langsung memberi saya pertanyan. “apa perbedaan how much dengan how many”
Kalimat itu tak pernah saya lupakan, saya sangat ingat sekali. Pertanyaan ibuk itu tak bisa saya jawab, saya hanya jawab, itu artinya adalah “berapa banyak”. Langsung ibuk itu memotong pembicaraan saya, dan berkata “ saya menanyakan perbedaan,bukan persamaan. Saya hanya bisa terdiam. Ibuk itu langsung tersenyum kepada saya, dia memberikan saya pengarahan, sehingga akhirnya saya keluar juga dari Club itu. Sedih rasanya, tak pernah saya merasakan hal yang demikian, saya sangat bodoh. Sepulangnya saya langsung b=]menceritakan semuanya pada papa dan mama. Mereka tak marah, karena mereka tau itu adalah kelemahan saya. Beberapa minggu kemudian, saya dimasukkan les bahasa Inggris. 2 bulan disana, ternyata sangat mengasyikan, kosa kata saya semakin bertambah, dan ingin rasanya saya menunjukan pada ibuk itu, kalau saya bisa. Ketika saya ingin mengusulkan diri masuk ke Club itu, ternyata English Club itu telah bubar. Sayang sekali, padahal saya ingin menunjukan kemampuan saya.
            O iya... saya belum bercerita mengenai pelajaran yang saya senangi ketika diSMP, disini saya sangat menyukai matematika dan biologi. Kedua pelajaran ini sangat menarik bagi saya. Tak pernah bosan-bosannya saya menggeluti pelajaran ini. Sampai ketika waktu istirahatpun saya sangat sibuk dengan matematika saya. Kadang saya sering berhayal, dengan seringnya saya berkecimpung didunia matematika dan biolgi, mana tau secara kebetulan saya bisa menemukan teori baru, wehehe.. hanya hayalan belaka, tapi kata gutu saya, bermimpi itu boleh setinggi-tingginya, bisa diumamakan, seandainya kita ingin memiliki pesawat, setidaknya kita bisa mendapatkan mobil,jika kita menginginkan mobil, mungkin saja bisa mendapatkan motor, dan jika impian kita hanya ingin memiliki mnotor, tak salah jika anti kita bisa mendapatkan sebuah becak. Nak intinya disitu, bemimpilah setinggi-tingginya dan insyaAllah kalau tidak bisa meraih nya, setidaknya dapat meraih 1 lever dibawahnya.
Tak masalahkan jika saya bermimpi menjadi seorang penemu dalam matematika??? Aman tau suatu hari saya bisa menjadi ahli matematika dan meraih nobel. Hehe
            Pernah suatu hari, si sekolah mengadakan hari Maulid Nabi SAW. Karena saya ornagnya malas kalau ikut-ikutan dalam acara apapun, jadi saya tidak ikut. Dan kata papa, kalau tak mau, tak usah pergi. Lagian hari itu hari Minggu, Ojek jarang lewat, dan angkot untuk antar jemput anak sekolah juga tak ada, jadi saya harus pake apa kesekolah? Jadinya saya batalkan untuk tidak ikut. Keesokan harinya, semua siswa yang tidak ikut dipanggi untuk dijemur dialapngan, kebetulan jam ituadalah jam pelajaran Biologi. Saya kaget nama saya dipanggil dengan mikrofon, dan dengan hati terpaksa saya meninggalkan ruangan kelas, tapi saya tetap membawa buku biologi keluar. Saya tetap pegang buku itu. Dilapangan kami dijemur, dan mendengarkan pengarahan dari kepala sekolah. Saya tak emdengarkan beliau, saya asyik denganbuku saya. Hingga 1 jam beralau, kami dikembalikan kekeals masing-masing, dan apa yang saya dapat dikelas? Semua teman-teman terdiam denga 1 lembar kertas diatas meja. Ternyata Ulangan biologi sedang berlangsung, saya kaget, takut, cemas, saya tak mengikuti jam pelajrana ini selama 1 jam. Tanpa ragu saya langsung meminta soal kep[ada gur, dan denga pikiran yang tenang saya kerjakan secara perlahan, dan ternyata, semua soal sangat sesuai dengan apa yang saya baca ketika saya sedang dijemur dan dihukum dilapangan tadi. Saya yang duduk disamping lian sangat santai mengerjakan soal itu, begitu juga lian, sambil ujian masih saja nyengir. Aduh aduh.... kami berdua terkadang memang aneh.
Ujian hari ini lancar, dan hukuman juga lancar, semua berjalan dengan sangat lancar.
            Selama SMP saya selalu mendapatkan juara 1 atau dua, kedudukan itu selalu bergantian dengan lian, jika saya juara 1, maka lian juara 2. Dan jika saya juara 2 pastinya lian yang juara 1. Dan pernah 1 kali saya mendapatkan juara umum,dan membawa pulang piala itu. Walau hanya piala bergilir.
Tuntutan papa tercapai, selalu juara kelas. Walau kali ini saya dapat juara bukan karena sepeda merah yang dikayuh mama lagi, tapi sekarang juara itu saya raih karena hasil kayuhan tangan mama yang selalu dan tangan papa dalam mendidik saya sehingga saya menjadi anak yang berprestasi.
            Tapi pernah suatu ketika saya berbohong pada papa, setiap pulang sekolah biasanya papa selalu menayakan dapat nilai berapa hari ini. Tapi hari itu nilai saya sangat buruk, Fisika saya dapat nilai 4. Kertas itu langsung saya sobek, dan berkata pada papa kalau hari ini tak ada ujian,latihan atau apapun sehingga tak ada yang harus dinilai guru. Tiba-tiba hari itu lian datang kerumah, tanpa sadar atau tidak dia menayakan kenapa tadi saya bisa dapat nilai 4, papa ternyata mendengar ucapan kami. Hari itu papa sangat marah, selain saya membohonginya, saya juga mendapat nilai yang buruk yang tidak sesuai dengan keinginan papa. Saya menagis meminta maaf kepada beliau, tapi papa begitu sangta marah sekali. Papa dalah seoarang guru fisika, tapi saya malah mendapat nilai fisika yang sangat jelek. Sejak saat itulah saya sangat membenci fisika, karena karna pelajaran ini saya jadi berbohong dan dimarahi papa. Sebenarnya, hal demikian tak seharusnya saya lakukan, semestinya saya menyalahkan diri sendir, kenapa tidak bisa dan harus lebih giat lagi belajar. Tapi saya malah sangat membenci pelajaran itu.
            Setiap 1 kali seminggu saya selalu berhadapan dengan yang namanya FISIKA, bosan sekali. Waktu dua jam pelajaran terasa 1 hari saya rasakan. Jika gur menereangkan pelajaran itu, saya berusaha untuk mendengarkan, meyimak dan memahami. Tapi tetap saja tidak bisa, karena hati saya itu masih mendongkol benar kata guru saya, jika ingin pintar didalam suatu bisang studi, cintai dan senangi pelajaran itu, dengan mudah pelajaran itu akan paham dengan baik. tapi sangat sussah bagi saya untuk menerima fisika dalam hidup saya, meski itu juga bidangnya papa. Yak pernah sekalipun saya bertanya kepada papa jika ada PR fisika. Karena saya bosan denga itu semua. 3 tahun itu lamanya.
Tapi saya pernah ikutk olimpiade fisika tingkat sekolah, nama saya didaftarkan guru saya karena dia tahu, papa saya adalah seorang guru fisika, mungkin dia berpikiran saya pintar fisika. Jangankan harus pintar fisika, hukum newton yang sangat umum saja saya tak tahu, bahakan seorang ahli fisika Albert Ensten itu saya tak kenal, siapa itu?. Hingga akhirnya lomba yabng saya ikuti tidak berhasil saya tak dapat 10 besar. Dan mungkin saja saya diposisi terakhir. Syaang sekali... hehe
            Tapi yang saya anehkan, papa tak mempermasalahkan apa saya seang fisika atau tidak, karena mungkin dia tau, pelajaran favorit saya hanya biologi dan matematika. Papa juga tak pernah menuntu saya untuk selalu belajar fisika dirumah bersamanya, bahkan bisa dikatakan saya tak pernah yang namanya belajar fisika dirumah dengan papa.
Itulah sebabnya papa sangat memotivasi saya untuk menjadi seorang dokter, buku-buku tentang kedokteran walau hanya buku murahan, juga banyak dibelikan papa, tersusun rapi di rak ke dua meja belajar saya. Rak itu khusus untuk buku-buku yang berhubungan dengan biologi dan kedokteran. Nah yang namanya buku fisika saya hanya cuman 3 buku, yaitu buku kelas 1,2, dan 3. Dan itupun jarang saya baca. Saya hanya akan membuka buku tersebut ketika didalam kelas saja. Sesampainya dirumah tidak lagi.
            Tiga tahun semua itu berjalan, hingga akhirnya saya mengijakkan kaki dibangku Sekolah Menengah Atas yaiut SMA N 1 Pasaman, dimana tempat papa mengajar. Saya dapat teman baru lagi disini, tapi belum bisa menemukan teman seperti Lian, sayang saya tak satu SMA dengan lian, dia melanjutkan SMA di Bukit Tinggi, sanagt jauh jaraknya dari saya sekitar 5 jam perjalanan dengan bus. Di sini saya diempatkan dikelas Khusus, semua orang dikelas ini adalah anak-anak yang memiliki nilai-nilai rapor terbaik. Cemas mulai lagi menghantui saya. Dalam pikiran saya, saya pasti yang terbodoh diantara mereka. Apa lagi teman saya Okta, sangat pintar sekali matematika, tapi sayang dia tak pernah serius dalam belajar, selalu bermain-main, jadinya saya terpengaruh olehnya. Ikut-ikutan seprti dia, dia walaupun begitu tetap pintar dengan matematika, tapi saya, malah tambah bodoh jadinya. Hampir disetiap jam pelajaran saya tak memperhatikan guru, malah asyik tertawa dibelakang, karena temapt duduk saya di urutan paling belakang. Sehingga pada saat rapat guru sebelum terima rapor, saya dan okta menjadi bahan omongan dikantor, kami dikatan murid yang peribut dikelas, sehingga papa saya sangat malu dengan hal itu, dan ditambah dengan nilai rapor saya yang sangat jelek, rata-rata saya 7,5. Dan saya renking 11 dikelas. Saat menerima rapor itu saya langsung menangis dikelas, dan tak inginrasanya saya pulang dengan membawa nilai yang sangat memalukan ini, apa guna saya pulang kalau hanya untuk membawa kekecewaan. Namun akhirnya saya tetap pulang. Papa dan ama telah tau hasil rapor saya tanpa saya kasih tau. Sepanjang hari, saya didalam kamar, menagis, menyesal, marah pada diri sendiri. Sampai mama berkata, tak perlu menyesali, itu karna pebuatan buruk saya, untuk kedapannya dirubah menjadi lebih baik. tapi papa tak sedikitpun berkata kepada saya, dia diam dan seperti tak ada terjadi apa-apa. Saya memohon pada papa dan mama untuk dapat memaafkan saya, dan saya berjani untuk tidak akan mengulangi kealahn yang sama. Akhirnya kedua orang tua saya memaafkannya.
            Semester berikutnya saya mulai rajin, teku, dan serius. Sampai akhirnya saya bisa mendapatkan nilai rata-rata 8,5. Begitu sekanjutnya, nilai saya semakin lama semakin membaik hingga saya dapat meraih rata-rata 9,2. Namun tetap saja pelajaran yang tidak saya sukai adalah fisika dan bahasa Inggris. Pelajaran yang saya dapat selama les bahasa Inggris di SMP telah hilang karena jarang diulang. Fisika pelajaran yang sangat menantang sangat jarang saya pelajari. Hingga pada suatu hari saya dihadapka pada suatu tantangan. Itu ketika saya kelas 3, guru fisika saya memberi kami suatu perlombaan, bagi yang dapat menjawa soal akan di gratiskan satu buah buku fisika. Karena saya juga tertarik untuk menghadapi tangtangan itu, saya berusaha keras uentuk dapat menyelasikan itu. Dan akhirnya,,, yah,., saya bisa, saya dapat 1 buku paket fisika karangan Marthin Kanginan. Sejak itu saya sedikit demi sedikit mulai menyukai fisika, sehingga nilai fisika saya di rapor adalah 90.Tapi saya belum pernah terpikir untuk menjadi seorang guru fisika setelah tamat nanti. Saya masih menginginkan menjadi seorang doketer. Sampai akhirnya setelah UN selesai saya mengikuti Bimbel GAMA dipadang untuk dapat tembus di Fakultas Kedokteran Jambi. Saya berlatih setiap malam, kadang dalam 1 malam hanya tidur 3 jam. Selam bimbel ada suatu keajaiban yang muncul dalam benak saya, yaitu mengajar fisika itu seru. Saya melihat, kakak-kaka yang membimbing kami di bimbel sangat hebat dalam mengeksplorasikan fisika dalam pembelajaran, hingga akhirnya saya mengambil keputusan untuk mendaftarkan diri di SNMPTN nanti menjadi ghuru fisika. Dokter bagaimana? Saya juga berpikir, penghasilan papa hanya pas-pasan, jika nanti saya kuliah dikedokteran, pasti memakan biaya yang sangat banyak. Jadi saya langsung menelpon papa bahwa keinginan saya positif untuk menjadi orang seperti papa, guru fisika. Papa langsung menyetujui keinginan saya, dan dengan bacaan bismillah saya daftarkan diri.
Selain ujian SNMPTN, saya juga ikut tes Akademi Kebidanan, karena sebenarnya dari dasar hati saya yang paling dalam, keinginan menjadi dokter masih tertoreh, oleh sebab itu, saya juga sangat ingin berharap lulus di Akbid ini, setidaknya tugasnya sama sepeti dokter, mengobati orang yang sakit. Saya hilir mudik kesana kemari dikota yang sebelumya saya belum biasa ditempat itu, yaitu di padang, ibu kota propinsi sumatera barat.
            Tapi sepetinya Tuhan berkehendak lain, saya tidak lulus seleksi di Akbid, dan justru saya lulus di UNIVERSITAS BENGKULU jurusan pendidikan Fisika, pelajaran yang dulu begitu saya benci walaupun tak segitu besar kebencian saya dibanding dengan benci bahasa Inggris.
            Hingga akhirnya saya menetap di Bengkulu dan harus terpisah jauh dari keluarga saya,papa,ama beserat adek-adek. Di Bengkulu saya tinggal dirumah tante, adeknya papa. Awalnya tante begitu baik sekali, apa yang ku mau dipenuhi, sudah seperti orang tua sendiri. Suatu hari karena kebaikan tante saya jadi teringat mama yang jauh disana, saya hanya bisa bertemu denga beliau 1 kali 6 bulan. Satiap malam dan setiap pulang dari kampus saya menangis.; biasanya setiap malam seama dirumah saya selalu berkumpul dengan keluarga, setiap pulang sekolah yang pertama saya jumpai adalah mama, sekarang, sudah berbeda, ini semua karena tuntutan pendidikan, namun saya selalu berusaha sabar, dan selalu menelpon mama setiap hari, terkadang dalam sehari 3 kali. Memang sulit kalau belum terbiasa. Namun motto saya harus saya pedomani “bisa karena terbiasa”.
            Hari demi hari saya lalui dirumah tante, tante mengajarkan saya mencuci dimesin cuci, karena dirumah pakaian saya selalu mama yang menangani.begitupun memasak, diajarkan tante, sampai akhirnya saya bisa memasak walaupun belum terlalu enak. Semua itu terjadi selama saya belum terlalu sibuk dengan urusan kuliah, jadi saya yang selau memasak dan mencuci seluruh pakaian dirumah tante. Awalny saya senang melakukan itu, karena saya juga menyadari, tingga dengan orang lain, tidak senyaman tinggal dirumah sendiri. Jadi semua saya lakukan, mulai dari menyapu, ngepel,cuci piring,memasak, dan mencuci.
            Pernah suatu hari air mata saya terjatuh melihat pelakuan tante. Waktu itu kiraikira jam 4 sore, tante dan keluarganya sedang menonton didepan TV, tiba-tiba saya dipanggil dan disuruh memasak, mulanya bisa saja, peruntahnya saya lakukan. Setelah saya memasak, dia menyuruh saya mencuci. Langsung air mata saya menetes, dan kadang terpikir dari dalam hati saya, apa saya kesini hanya unyuk menjadi seorang pembantu?. Ntahlah... 6 bulan saya merasakan keadaan yang seperti itu, hingga suatu hari tanter berani membentak-bentak saya, kan berkata “tinggal dirumah orang bukan hanya untuk goyang-goyang kaki” tanpa banyak berpikir, keesokan harinya saya langsung pindah ke asrama Orchid UNIB, dan langsung pamit pada beliau kalau saya ingin pindah, saya membuat alasan untuk pindah bukan karena tidak betah disana, tapi saya berkata saya merasa terlalu jauh bolak-balik dari rumah kekampus. Kata tante silahkan, tapi dia berkata kalau dia tidak bisa membantu saya pindahm ke=arena sibuk. Disitu mulai lagi hati saya menjerit, saya dirantau orang memiliki keluarga yang seharusnya bisa tempat saya bergantung, tapi ternyata tak bisa diharapkan. Dengan berat hati saya berkata “biarlah tante, kalau tante sibuk, insyaallah saya bisa mengatasi ini”.
Barang-barang semua saya bawa sedikit demi sedikit ke asrama dari lingkar timur dengan menggunakan motor. Namun karena lemari dan meja belajar tak bisa saya bawa, tante berbaik hati untuk mencarikan modbil sewaan. Dan alhamdulillah tante mau ketempat saya yang baru. Setelah 1, tahun lebih saya diasrama, tak pernah sekalipun tante menemui saya disini untuk menyakan kedaan saya, bagaimana nilai saya, apa kendala dama kuliah, tak sedikitpun itu terlontar dari mulutnya. Hingga akhrinya saya benar-benar meyadari bahwa sebenarnya saya di Bengkulu ini hanya sebatang kara, kalau suatu hari terjadi apa-apa, saya tak tau harus mengadu pada siapa. dari situ saya bertekad dari dalam hati, kalau saya bisa tanpa dia.
Tapi papa selau memberi saya nasehat, berbaik-baik saja kepada tante, karena hanya itu satu-satunya tempat mengadu walau sikap nya begitu.
Tapi smua rintangan itu tidak menjadi hambatan bagi saya dalam meraih prestasi diperguruan tinggi ini. Semester 1 saya mendapatkan IP 3,43 (peringkat 5 dikelas), semester 2 IP saya 3,91 (peringkat 2) dan semster 3 IP 3,70 (peringkat 2 dikelas), dan IPK yang saya peroleh selama 3 semester adalah 3,70 (peringkat 3 dikelas). Semua nilai itu dapat saya raih karena semangat dan motivasi dari papa dan mama, dan saya mengingat jerih payah papa mencari uang untuk membiayai pendidikan saya dan 3 orang adek-adek saya, sementara gaji yang diterima papa tiap bulannya tak sampai 1,5 juta. dengan uang itulah kami hidup, tak ada usaha papa atau usaha mama yang salin untuk mendapatkan rezki selain dari gaji papa. Itu adalah faktor utama yang memotivasi saya untuk bisa memberikan hasil yang terbaik, dan bisa membuat papa dan mama tetap semangat dalam mencari rezki walupun itu sulit, setidanya ada pengobat jerih payah mereka.
            Selama kuliah disini, saya juga mencari biaya tambahan hidup, yaitu dengan menjadi guru private. Saya pernah mengajar anak SMP IT, mengajar di BIMBEL, dan juga pernah mengajar private anak SMA Corolus. Walaupun itu belum cukup untuk semesteran saya, setidaknya cukup untuk biaya makan saya.
Pernah suatu hari saya ingin berencana untuk untuk membuat jualan kecil-kecilan, yaitu berupa gorengan. Tapi saya bingung dan kurang yakin harus menitipkan gorengan itu kemana, sepertinya tempat titipan jualan sudah penuh. Hingga akhirnya rencana itu gagal. Tapi ada satu usaha yang kami lakukan bersama teman saya di asrama, yaitu membuat mainan jilbab yang dijait kemudian diisi gabus, awalnya ini memakan modal yang cukup bessar, namun kami nerani menanggu resiko. Saya sangat semangat melakukan itu, hingga waktu belajar saya pun terpakai hanya untuk memajukan usaha itu. Semua kami lakukan sekitar 1 bulan. Dan kahirnya bangkrut.
            Ada satu hal yang sangat saya benci dari diri saya selama di kuliah ini, aya sekarang menjadi orang yang penakut, susah bergaul, dan tingkat kepercayaan diri saya menjadi sangat menurun. Hingga saya seperti tak terlihat oleh siapapun. Berorganisasipun saya enggan. Saya lebih senang menghabiskan waktu belajar dari pada berorganisai. Sebenarnya tindakan itu salah, seharusnya kita bisa menyeimbangkan antara keduanya, dengan berorganisasi akan menggali banyak ilmu. Tapi entah kenapa, keinginan saya untuk itu belum bisa terwujud dari dalam diri saya.
Sehingga prestasi yang bisa saya dapatkan selama di sini belum ada satupun, dan celahnya. Tapi setiknya itu tidak mengecewakan papa dan mama disana, mereka masih bisa berbangga dengan nilai yang bisa aku persembahkan untuk mereka.
Karena mereka adalah orang yang sangat berarti dalam hidup saya dan motivator yang selalu ada untuk saya.

Comments