Hakikat Pembelajaran Fisika :: Hari-Hari Salim-ay

Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam atau dikenal dengan sains. Sains merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. (http://um.ac.id) Sains didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa sains merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penelaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya sains atau fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. (http://ksupointer.com)
Sains memiliki dua sisi yaitu sebagai proses dan sisi lain sebagai produk. Proses sains merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan bukti untuk menguji dan mengembangkan gagasan. Suatu teori pada mulanya berupa gagasan imajinatif dan gagasan itu akan tetap sebagai gagasan imajinatif selama belum bisa menyajikan sejumlah bukti. Penggunaan bukti sangat pokok dalam kegiatan sains termasuk fisika.

 
Hakikat Pembelajaran Fisika
Apakah Fisika itu ?
Manusia adalah makhluk berpikir yang setiap saat dalam hidupnya sejak dilahirkan sampai menjelang ajal tiba tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut kehidupannya dapat terlepas dari jangkauan pikirannya. Memang berpikir itulah yang mencirikan hakikat manusia dan berkat kegiatan berpikir jualah dia menjadi manusia. Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang dapat menghasilkan pengetahuan. Selanjutnya, dengan menggunakan berbagai macam pengetahuannya, manusia dapat memperluas wawasan dan memperkaya peradabannya. Berbagai peralatan dan teknologi berhasil dikembangkan oleh manusia dengan jalan menerapkan ilmu yang telah dikuasainya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Ilmu pengetahuan yang merupakan hasil kegiatan berpikir manusia, lahir dalam rangka menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu: 1). Apakah yang ingin kita diketahui ? 2). Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan ? dan 3). Apakah manfaat pengetahuan tersebut bagi manusia ? Ketiga pertanyaan pokok tersebut di atas, berturutturut berkaitan dengan aspek-aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ilmu sebagai produk yang diperoleh manusia dari kegiatan berpikir tentu saja bahan kajian ya terbatas hanya pada hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengalamannya sebab ruang lingkup kemampuan pancaindera manusia termasuk segala peralatan atau teknologi yang dikembangkan sebagai alat bantu pengamatan, jangkauannya terbatas hanya pada dunia empiris.
Fisika sebagai ilmu pengetahuan telah berkembang sejak awal abad ke 14 yang lalu. Fisika bersama-sama dengan biologi, kimia, serta astronomi tercakup dalam kelompok ilmu-ilmu alam (natural sciences) atau secara singkat disebut science. Dalam bahasa Indonesia istilah science ini diterjemahkan menjadi sains atau ilmu pengetahuan alam. Sains termasuk fisika merupakan salah satu bentuk ilmu. Oleh karena itu, ruang lingkup kajiannya juga terbatas hanya pada dunia empiris, yakni hal-hal yang terjangkau oleh pengalaman manusia. Alam dunia yang menjadi objek telaah fisika ini sebenarnya tersusun atas kumpulan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang satu dengan lainnya terkait dengan sangat kompleks.
Sains atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Penyederhanaan ini memang diperlukan sebab kejadian alam yang sebenarnya sangat kompleks. Untuk itu, fisika maupun sains pada umumnya bekerja dengan landasan beberapa asumsi yaitu bahwa objek-objek empiris mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang, dan kesemuanya jalin-menjalin mengikuti pola-pola tertentu (Suriasumantri, 1982: 7). Fisika menganggap bahwa setiap gejala alam terjadi bukan karena kebetulan, akan tetapi mengikuti pola-pola tertentu yang bersifat tetap atau disebut deterministik. Namun, ciri-ciri deterministik di sini bukanlah bersifat mutlak melainkan hanya berarti memiliki peluang untuk terjadi.
Tujuan dasar setiap ilmu termasuk fisika adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas yang dapat diandalkan (Suriasumantri, 1982: 19). Fisika sebagai ilmu merupakan landasan pengembangan teknologi sehingga teori-teori fisika sangat membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi. Oleh karena itu, fisika berkembang dari ilmu yang bersifat kualitatif menjadi ilmu yang bersifat kuantitatif. Menurut Wospakrik (1993: 1) fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan memberi pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam dan sifat zat sertape nerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses fisika ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar. Namun demikian, pemahaman ini memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses yang bersangkutan dan penalaran teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen dasarnya secara berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara kuantitatif. Perumusan kuantitatif ini memungkinkan dilakukan analisis secara mendalam terhadap masalah yang dikaji dan melakukan prediksi tentang hal-hal yang bakal terjadi berdasarkan model penalaran yang diajukan. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya prediksi dan kontrol fisika.
Peranan matematika di dalam perkembangan fisika, diakui memang sangat besar. Suprapto (1990) di dalam makalah yang tidak diterbitkan menyebutkan bahwa matematika lebih banyak diperlukan dalam peranannya sebagai “bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi”. Istilah bahasa di sini diartikan sebagai alat komunikasi dan alat mengelola. Bahasa matematika ini bagi fisika berfungsi sebagai penutup kekurangan yang muncul dari bahasa verbal. Banyak pernyataan-pernyataan fisika yang lebih efisien dan efektif apabila dinyatakan dalam bahasa matematika.
Kelebihan bahasa matematika jika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah bahwa matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan dilakukan pengukuran dan pengolahan secara kuantitatif. Di samping itu, bahasa matematika mampu menghilangkan sifat kabur, ganda, dan emosional yang mungkin timbul ketika menggunakan bahasa verbal (Ditjen Dikti, 1981: 113). Pernyataan matematis mempunyai sifat yang jelas, spesifik, informatif, dan mempunyai tingkat kecermatan yang tinggi serta tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.

HAKIKAT PEMBELAJARAN FISIKA
Oleh : Sigit Suryono, S.Pd, M.Pd
Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk dapat memahami apa yang mengendalikan atau menentukan kelakukan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep dasar fisika melalui pemahaman.
Pada dasarnya, fisika adalah ilmu dasar, seperti halnya kimia, biologi, astronomi, dan geologi. Ilmu-ilmu dasar diperlukan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan terapan dan teknik. Tanpa landasan ilmu dasar yang kuat, ilmu-ilmu terapan tidak dapat maju dengan pesat. Teori fisika tidak hanya cukup dibaca, sebab teori fisika tidak sekedar hafalan saja akan tetapi harus dibaca dan dipahami serta dipraktikkan, sehingga siswa mampu menjelaskan permasalahan yang ada.
Pembelajaran Fisika adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik (physical sciences) yang objeknya zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmu-ilmu biologi (biological sciences) yang objeknya adalah makhluk hidup dan lingkungannya. (Kemble, 1966: 7)
Belajar merupakan upaya memperoleh pengetahuan dan pemahaman melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai unsur yang ada. Siswa yang belajar sebenarnya di dalam otak terdapat banyak konsep, terutama  konsep awal tentang alam yang ada di sekitarnya. Melalui proses pembelajaran yang sistematis, maka  konsep awal tersebut akan menghasilkan konsep yang benar dan tepat serta terarah.
Dalam belajar fisika, yang pertama dituntut adalah kemampuan untuk memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum, kemudian diharapkan siswa mampu menyusun kembali dalam bahasanya sendiri sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan intelektualnya. Belajar fisika yang dikembangkan adalah kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas, 2003: 1)
Selanjutnya secara garis besar pembelajaran Fisika seperti yang diungkapkan oleh Abu Hamid(sulistyono,1998:12), adalah sebagai berikut:
  1. Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi, atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan rasional.
  2. Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.
Pembelajaran merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Menurut Corey (Yusufhadi Miarso, 1986 : 195) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah-laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu
Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses  pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Dalam pembelajaran akan ada komunikasi antara guru dengan siswa. Seperti yang dikemukakan Latuheru (1988: 1) bahwa segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran merupakan proses komunikasi.  Komunikasi dalam pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik (interaksi edukatif) yang terjadi tidak dengan sendirinya tetapi harus diciptakan oleh guru dan siswa.
Unsur-unsur dalam proses komunikasi dapat di gambarkan dalam bagan sebagai berikut :
 
 
 
 
Bagan Proses Komunikasi Model Claude Shannon (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2003: 33).
Unsur-unsur dalam proses komunikasi meliputi : sumber pesan, pesan, transmisi/saluran, dan penerima pesan. Proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan, melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah komponen–komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media, salurannya media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru. (Sadiman dkk, 2003: 11)
Message (pesan) secara tradisional berupa tanda/ pola yang digunakan untuk komunikasi antara pengirim dan penerima. Desain pesan lebih banyak berhubungan dengan level mikro melalui unit-unit kecil seperti visual, urutan penyajian, halaman dan layar. Karakteristik lain desain pesan ialah bahwa disain haruslah bersifat spesifik baik dalam medianya maupun dalam tugas belajarnya. Hal ini berarti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan tergantung pada apakah medianya bersifat statis, dinamis, atau paduan keduanya (misalnya foto, film, atau grafis komputer), apakah tugasnya melibatkan pembentukan konsep atau sikap, keterampilan atau pengembangan strategi belajar, dan upaya mengingat.
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang proses komunikasi yang disebut dengan barriers, atau noises. Hambatan tersebut antara lain (1) hambatan psikologis seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, inteligensi, pengetahuan, (2) hambatan fisik seperti misalnya kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera, dan cacat tubuh, (3) hambatan kultural seperti misalnya perbedaan adat-istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai kepanutan; (4) hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi keadaan sekitar (Sadiman dkk, 2003: 13). Selain hal tersebut hambatan-hambatan komunikasi yang mengakibatkan gangguan proses komunikasi yaitu gangguan berasal dari saluran (misal pesan yang disajikan dalam bentuk saluran visual, tetapi disampaikan dengan ceramah), dan gangguan dari penerima pesan (disebabkan oleh daya tangkap penerima yang rendah, tiadanya  motivasi, rasa lelah dan mengantuk) (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2003: 33).
Karena adanya berbagai jenis hambatan tersebut baik dalam diri guru maupun siswa, baik sewaktu meng-encode pesan maupun men-decode-nya, proses komunikasi belajar mengajar seringkali berlangsung secara tidak efisien dan efektif. Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu, dan lain-lain dapat dibantu dengan pemanfaatan  media pembelajaran (Sadiman dkk, 2003: 13).
Latuheru (1988: 2), mengemukakan bahwa dalam komunikasi interaksi edukatif terasa bahwa media pembelajaran sangat penting apabila dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan secara kualitas dan kuantitas. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sebagai proses komunikasi memerlukan media pembelajaran untuk menyampaikan pesan dan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Penggunaan media pembelajaran baik berupa modul tercetak, modul interaktif, ataupun e-learning dimaksudkan untuk membantu terjadinya proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Salah satu media tersebut adalah program komputer dalam bentuk software pembelajaran berbantuan komputer untuk fisika. Program tersebut dibuat bukan untuk mengganti peran guru fisika atau mengganti kegiatan eksperimen fisika tetapi sebagai alat bantu guru dalam mengajar. Program tersebut dapat membantu memperjelas pemahaman siswa mengenai gejala alam dan peristiwa-peristiwa fisika yang masih abstrak sehingga tidak terjadi miskonsepsi.
Reference :
Arief S Sadiman, dkk. (2003). Media pendidikan, pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya.  Jakarta : CV. Rajawali Pers.
John D Latuheru. (1988). Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar masa kini. Jakarta : Depdikbud.
Kemble, E. C. (1966). Physical science, its structure and development. Messachusetts : The M.I.T Press.
Nana Sudjana & Ahmad Rivai. (2003). Teknologi pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Sulistiyono. (1998). Efektivitas penggunaan media modul tercetak dan media transparasi serta media konvensional untuk pokok bahasan tata surya dalam pengejaran fisika kelas 2 SMU Negeri 1 Seyegan tahun ajaran 1997/ 1998. Skripsi. FPMIPA IKIP  Yogyakarta.
Yusufhadi Miarso. (1994). Definisi  teknologi pendidikan: Satuan tugas definisi dan terminology AECT, Washington, D.C : AECT (buku asli diterbitkan tahun 1977)

Comments